Alexa Rank

Kelebihan dan Kelemahan Pengendalian Hayati





Pengendalian hayati merupakan pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja dengan memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Proses pengendalian ini dapat berjalan secara alami atau dapat dikatakan proses pengendalian hama yang berjalan secara sendiri tanpa ada campur tangan manusia (http://mail.uns.ac.id/~subagiya/Beberapa%20Pengertian.htm). Menurut Huffaker et al. (1976), penjagaan jumlah populasi suau organisme dalam kisaran limit atas dan bawah tertentu sebagai hasil dari tindakan keseluruhan lingkungan, baik lingkungan biotik maupun abiotik. Oleh karena itu, pengendalian alami disebut pula sebagai keseimbangan alami (balance of nature).
Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendalian alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami dalam fungsinya sebagai pengendali hama bekerja secara tergantung kepadatan, sehingga keefektifannya ditentukan pula oleh kehidupan dan perkembangan hama yang bersangkutan. Ketersediaan lingkungan yang cocok bagi perkembangan musuh alami merupakan prasyarat akan keberhasilan pengendalian hayati. Perbaikan teknologi introduksi, masa rearing dan pelepasan di lapangan akan mendukung dan meningkatkan fungsi musuh alami (Untung, 1993).
Konsep pengendalian hayati berangkat dari pengertian dan kesadaran akan sifat dan mekanisme terbentuknya keanekaragaman hayati pada ekosistem alami. Penerapan pengendalian hayati secara klasik yaitu dengan teknik melakukan introduksi musuh alami dari daerah/negara tempat asal-usul hama ke daerah sasaran, jelas merupakan usaha untuk meningkatkan keanekaragaman hayati.
Ekosistem pertanian, khususnya tanaman pangan dan holtikultura sangat dinamik. Campur tangan manusia dalam usaha tani kadang sangat melampaui batas. Sehingga kondisi ini tentu akan merubah ekosistem yang telah dibentuk oleh alam.
Kegiatan usaha tani yang intensif dan dilakukan dengan tidak bijaksana, akan mengarah kepada kondisi yang tidak menguntung-kan musuh alami bahkan akan ikut punah. Apabila hal ini terjadi, kondisi lingkungan menjadi lebih membahayakan untuk perkembangan OPT.
Dewasa ini beberapa jenis musuh alami khususnya jenis mikroorganisme entomopatogen telah dapat diproduksi dalam skala industri dan dipasarkan sebagai pestisida atau dikenal sebagai pestisida biologi. Artinya manusia tidak harus melakukan dengan tergesa-gesa mengendalikan dengan bahan-bahan (kimia) yang merusak lingkungan pertanian.
Prinsip-prinsip pengendalian hayati, antara lain :
1.    Introduksi, yaitu memindahkan atau mendatangkan musuh alami dari suatu daerah/negara asal ke daerah baru/dalam negeri dalam upaya pengendalian hama
2.    Augmentasi, yaitu penambahan musuh alami melalui pelepasan musuh alami di lapangan dengan tujuan untuk lebih menigkatkan peranan dalam menekan populasi hama
3.    Inundasi, yaitu penambahan musuh alami dalam jumlah banyak dengan tujuan dapat menurunkan populasi hama dengan cepat sampai pada tingkat yang tidak merugikan
4.    Konservasi, yaitu semua upaya berjalan untuk melestarikan/memelihara musuh alami yang sudah ada di lapangan, antara lain melalui teknik bercocok tanam, pengaturan jarak tanam, dan penyediaan sumberdaya.

Dalam pelaksanaannya, pengendalian hayati memiliki kelebihan juga kekurangan. Kelebihan dari pengendalian hayati, antara lain:
1.    Selektifitas tinggi dan tidak menimbulkan hama baru;
2.    Organisme yang digunakan sudah ada di lapangan/lahan;
3.    Organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan hama
4.    Dapat berkembang biak dan menyebar secara alamiah hama tidak menjadi resisten atau terjadi sangat lambat
5.    Pengendalian ini dapat berjalan dengan sendirinya
6.    Tidak ada pengaruh/efek samping yang buruk, seperti pada penggunaan pestisida.

Sedangkan kekurangan dari pengendalian hayati ini, antara lain :
1.    Pengendalian berjalan lambat
2.    Tidak dapat diramalkan, ditentukan dengan paksa
3.    Sulit dan mahal untuk pengembangannya dan penggunaannya
4.    Memerlukan pengawasan pakar.
Contoh kasus :     Pengendalian hayati pada pengendalian hama ulat api pada perkebunan kelapa sawit.
Serangan ulat api di perkebunan kelapa sawit mengakibatkan dampak yang sangat merugikan terutama pada sawit yang telah memasuki masa tanaman menghasilkan.  Serangan berat akan menyebabkan kehilangan indeks luas daun yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit sehingga produksi kelapa sawit akan megalami penurunan.  Data SMARTRI menunjukkan bahwa tingkat kerusakan daun 70% penurunan produksi kelapa sawit dapat mencapai 45 %/ha pada tahun pertama setelah serangan
Upaya pengendalian ditujukan untuk memutuskan rantai siklus ulat api pada salah satu fase sehingga dengan demikian perkembangan ulat api dapat ditekan sampai pada ambang batas ekonomi.  Pada umumnya pengendalian dengan bahan kimia sering dipilih karena hasilnya sepintas mudah dilihat hasilnya tetapi cara ini memerlukan biaya yang cukup besar dan menimbulkan pengaruh yang merugikan antara lain resistensi, resurgensi dan terbunuhnya jasad bukan sasaran seperti parasit, predator, serta serangga berguna yang sebenarnya sangat diperlukan di perkebunan kelapa sawit. Jamur Cordyceps militaris sebagai salah satu agensia pengendali hayati merupakan salah satu parasit pada hama ulat api yang perlu mendapat perhatian karena jamur tersebut berpotensi tinggi untuk mengendalikan populasi ulat api.  Jamur ini menyerang ulat api dari fase akhir larva dan berkembang pada larva sampai dengan fase pupa.  Ciri yang ditunjukkan akibat serangan jamur ini adalah terjadinya mumifikasi pada pupa sehingga pupa gagal berkembang menjadi imago. Dengan demikian siklus hidup ulat api terputus sampai dengan fase pupa.
Cordyceps militaris merupakan salah satu agensia pengendali hayati yang berpotensi untuk mengendalikan populasi ulat api.  Jamur ini merupakan jamur entomopatogenik dari kelas Ascomycetes, ordo Clavicipitales  dan famili Clavicipitaceae. Jamur ini menyerang ulat api dengan penampakan gejala mumifikasi pada pupa sehingga pupa menjadi keras dan akan terjadi perubahan warna menjadi putih pucat atau kecoklatan.  Perkembangan jamur pada jasad/mumi selama 30-40 hari dan dicirikan dengan munculnya akar yang berwarna merah yang disebut rhizomorph.  Dari ujung rhiozomorph berkembang badan sporulasi yang mengandung perithecia dengan ascospora yang berfungsi sebagai alat berkembang biak jamur.

Berdasarkan pengalaman pribadi saya, aplikasi penyemprotan ekstrak jamur yang telah dilakukan di Kebun Buatan, Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau di divisi 3 dengan dosis 6 cc per pohon menunjukkan hasil yang memuaskan dimana tingkat infeksi dapat mencapai 90% dengan rata-rata infeksi mencapai 75%. Dibanding dengan jamur Cordyceps militaris yang menyerang pupa secara alami menunjukkan perbedaan yang nyata dengan tingkat infeksi rata-rata 7,58 %.
Untuk mendapatkan bahan berupa pupa yang terinfeksi jamur Cordyceps dilakukan pengutipan diseluruh lahan. Hal ini tentu saja memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak dan waktu yang tidak sebentar karena pada umumnya lahan-lahan pekerbunan kelapa sawit di luar Jawa luasnya ribuan hektar. Setelah melakukan pengutipan pupa yang terinfeksi tadi dikumpulkan lalu dibuat ekstrak untuk diaplikasikan ke lahan.
Namun permasalahan yang dihadapi adalah aplikasi jamur tidak bisa dilakukan setiap saat karena belum tersedianya stok jamur apabila suatu saat diperlukan.  Oleh karena itu perlu dicari suatu solusi yang mudah dan cepat untuk mengembangkan jamur ini sehingga fungsi jamur sebagai agensia pengendali hayati dapat dioptimalkan dengan cara mengembangbiakkan jamur tersebut secara masal dalam suatu media buatan sehingga jamur tersebut dapat dijadikan stok dan tersedia setiap saat diperlukan.


0 Response to "Kelebihan dan Kelemahan Pengendalian Hayati"

Posting Komentar

wdcfawqafwef