Sejak 1920 patogen penyebab BPB di Afrika Barat telah
diidentifikasi berasal dari genus Ganoderma.
Spesies Ganoderma yang menyebabkan
penyakit BPB dilaporkan berbeda-beda di setiap negara (Ariffin et al. 2000). Di
Indonesia diketahui penyebab BPB adalah spesies Ganoderma boninense.
Hasil penelitian Abadi (1987) menunjukkan, bahwa penyebab BPB pada beberapa
perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara adalah G. boninense, walaupun diketahui terdapat bentuk basidiokarp yang
bervariasi dari seluruh basidiokarp yang dikumpulkan. Moncalvo (2000),
memasukkan G. boninense ke dalam grup
cendawan yang menyerang tanaman palem-paleman.
Grup ini dibagi dalam tiga kelompok besar dan ada kelompok yang
tidak masuk dalam klasifikasi. Pengelompokkan ini berhubungan dengan daerah
asal dimana spesies Ganoderma
ditemukan.
Ganoderma
boninense dinyatakan berasal dari Asia Tenggara, Jepang, dan Kawasan
Pasifik Australia, selain itu G.
boninense diketahui memiliki kategori penyebaran geografik yang meliputi
wilayah Jepang, Indonesia, Asia Tenggara, Papua New Guinea, dan Australia,
dengan inang sebagian besar adalah tanaman palem-paleman. Cendawan G. boninense termasuk salah satu
kelompok jamur kayu filum Basidiomycota, Ordo Aphyllophorales, dan famili Ganodermataceae dahulu disebut
Polyporaceae (Alexopoulus et al. 1996).
Terdapat sekitar
30000 spesies basidiomycota yang telah diketahui, dan 37% diantaranya
termasuk golongan jamur atau Fungi. (kirk et al. 2001). Menurut Campbell (1998 : 579), jamur dari
divisio basidiomycota memiliki 25000 spesies. Nama dari divisio ini diambil
dari bentuk diploid yang terjadi pada siklus hidupnya, yaitu basidium.
Basidiomycota hidup sebagai dekomposer pada
kayu atau bagian lain tumbuhan.
Kelompok fungi basidiomycota ini sering disebut jamur oleh
orang awam karena banyak jenis – jenis yang karpusnya (tubuh buahnya) besar dan
dapat dilihat dengan kasat mata. Dalam buku Mikologi dan Dasar Terapan Oleh
Indrawati Gandjar dkk. Kelompok tersebut (yang memiliki tubuh buah besar)
dipakai istilah cendawan. Banyak di antara cendawan (mushrooms) sudah
dimanfaatkan oleh manusai misalnya Agaricus bisporus, Pleurotus flabellatus,
dan Falmmulina velutipes, akan teteapi banyak juga yang beracun, bahkan ada
racun yang dapat mematikan, misalnya Amanita sp. Dkk.
Basidiomycota terdiri dari anggota mikro maupun makro.
Basidiomycota yang mikro adalah basidiomycota yang basidiokarpnya kecil dan
halus, yang umumnya adalah patogen pada tanaman. Sedangkan basidiomycota yang
makro adalah Basidiomycota memiliki tubuh buah (basidiokarp) yang besar
sehingga mudah untuk diamati. Bentuk jamur ini ada yag seperti payung, kuping,
dan setengah lingkaran.
Reproduksi
pada jamur ini terjadi secara seksual dan secara aseksual. Reproduksi secara
aseksual dengan cara menghasilkan konidia. Dan yang secara seksual terjadi
perkawinan antara hifa yang berbeda jenis.
Ciri-ciri
basidiomycota
- Umumnya anggota basidiomycota berukuran makroskopis
- Hyfanya bersekat
- Memiliki tubuh buah (basidiokarp) berbentuk panjang,
lembaran – lembaran yang berliku – liku atau bulat
- Hidupnya saprofit, parasit, dan mutualisme
- Perkembangbiakan secara aseksual (vegetatif) biasa
dilakukan dengan konidium, pertunasan dan fragmentasi miselium dan secara
seksual dengan basidiospora yang dibentuk oleh basidium
- Miselia dikariotik berumur panjang
- Memiliki tahapan diploid sementara
- Habitat jamur yang saprofit pada sisa – sisa makhluk
hidup misalnya serasah daun di tanah, merang padi dan pohon yang mati.
Sedangkan jamur yang bersifat parasit hidup pada organisme inangnya seperti
tumbuhan dan manusia. Jenis lainnya ada yang bersimbiosis dengan akar
tumbuhan membentukmikoriza.
Struktur tubuh
Basidiomycota
adalah jamur multiseluler yang hifanya bersekat. Hifa vegetatif basidiomycota
terdapat dalam substratnya (tempat hidupnya). Misal pada kulit kayu,
tanah, dan serasah daun. Jalinan hifa
generatif ada yang membentuh tubuh buah dan ada yang tidak. Tubuh buah disebut
basidiokarp
Basidiokarp
berukuran makroskopik sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang. Bentuk
basidiokarp bermacam-macam, misalnya seperti paying, kuping, atau setengah
lingkaran. Basidiokarp ada yang memiliki batang dan ada yang tidak. Pada bagian
bawah tudung basidiokarp terdapat lembaran-lembaran (bilah). Pada lembaran ini
terbentuk banyak basidium yang akan menghasilkan spora basidium (basidiospora).
Basidiospora merupakan spora generative.
Habitat
Jamur
Basidiomycotina umumnya hidup sebagai saprofit pada sisa-sisa makhluk hidup,
misalnya serasah daun di tanah, merang padi, dan batang pohon mati. Jamur yang parasit
hidup pada organisme inangnya, misalnya tumbuhan dan manusia. Jenis lainnya ada
yang bersimbiosis dengan akar tumbuhan membentuk mikoriza.
Reproduksi
Reproduksi
jamur ini terjadi secara aseksual maupun seksual. Reproduksi aseksual yaitu
dengan cara membentuk spora konidia. Seperti Zygomycotina dan Ascomycotina,
reproduksi seksual Basidiomycotina terjadi melalui perkawinan antara hifa yang
berbeda jenis menghasilkan spora seksulal (spora generative), yaitu spora
basidium (basidiospora). Tahapan reproduksi seksual pada Basidiomycotina adalah
sebagai berikut.
Penjelasan
:
- Hifa (+) dan hifa (-) yang berinti haploid (n)
berkecambah dari basidiospora. Kedua hifa ini saling bersinggungan.
- Plasmogami terjadi antara hifa (+) dan hifa (-)
sehingga inti salah satu hifa pindah ke hifa lainnya membentuk hifa dengan
dua inti haploid (n) yang berpasangan (dikariotik).
- Hifa haploid dikariotik akan tumbuh menjadi miselium
haploid dikariotik.
- Miselium dikariotik tumbuh dan membentuk badan buah
yang disebut basidiokarp.
- Pada ujung-ujung hifa basidiokarp terjadi kariogami
sehingga membentuk basidium yang berinti diploid (2n).
- Inti diploid dalam basidium akan membelah secara
meioisis menjadi empat inti yang haploid (n).
- Basidium membentuk empat tonjolan yang disebut sterigma
pada ujungnya.
- Satu inti haploid pada basidium kemudian masuk ke dalam
salah satu sterigma dan berkembang menjadi basidiospora.
- Jika basidiospora terlepas dari basidium dan jatuh pada
tempat yang sesuai, akan tumbuh menjadi hifa yang haploid.
Cendawan G. boninense
memiliki morfologi basidiokarp yang sangat bervariasi; ada yang bertangkai atau
tidak, tumbuh horizontal atau vertikal, ada yang rata atau mengembung, dan ada
yang terbentuk lingkaran konsentris. Semangun (2000) mengemukakan, bahwa
basidiokarp G. boninense awalnya tampak sebagai bongkol kecil berwarna putih yang berkembang membentuk piringan menyerupai kipas tebal (console bracket like). Basidiokarp yang dibentuk seringkali berdekatan, bersambungan, dan saling menutupi sehingga menjadi suatu susunan yang besar. Konveks atau bagian atas permukaan basidiokarp memiliki warna yang bervariasi, coklat muda hingga coklat tua, tampak mengkilap khususnya pada basidiokarp muda, memiliki zonazona,dan kurang rata. Permukaan bawah basidiokarp berwarna putih pucat, memiliki lapisan pori yang merupakan tempat pembentukan basidium dan basidiospora.
basidiokarp G. boninense awalnya tampak sebagai bongkol kecil berwarna putih yang berkembang membentuk piringan menyerupai kipas tebal (console bracket like). Basidiokarp yang dibentuk seringkali berdekatan, bersambungan, dan saling menutupi sehingga menjadi suatu susunan yang besar. Konveks atau bagian atas permukaan basidiokarp memiliki warna yang bervariasi, coklat muda hingga coklat tua, tampak mengkilap khususnya pada basidiokarp muda, memiliki zonazona,dan kurang rata. Permukaan bawah basidiokarp berwarna putih pucat, memiliki lapisan pori yang merupakan tempat pembentukan basidium dan basidiospora.
Hasil penelitian Abadi (1987) menunjukkan, bahwa basidiokarp Ganoderma boninense yang ditemukan di
Sumatera Utara memiliki lapisan kutis (atas) yang terdiri dari sel-sel
berukuran 20-30 μm x 4-10 μm dengan ketebalan 0,1 mm. Diameter pori 150-400 μm,
dengan disepimen (jaringan antara) sebesar 30-60 μm. Basidiospora berbentuk
bulat panjang, berwarna keemasan, bagian atas kurang rata, berduri, terkadang
memiliki vakuola. Cendawan G. boninense
memiliki pemanjangan basidiospora dan keseragaman konteks warna coklat.
Basidiospora yang dibentuk mencapai 9-13 μm x 5-7 μm. Basidiospora umumnya
digunakan untuk perbanyakan secara seksual, dibentuk di dalam basidia yang
berada pada pori-pori bagian bawah tubuh buah.
Masing-masing basidium akan menghasilkan empat jenis
basidiospora yang memiliki genotip beragam (Seo &Kirk 2000). Sebaran dan
Arti Penting Penyakit BPB Penyakit BPB pertama kali dideskripsikan pada tahun
1911 di Republik Kongo, Afrika Barat. Pada tahun 1931 di Malaysia dilaporkan
penyakit BPB menyerang tanaman kelapa sawit berumur 25 tahun pada perkebunan
yang telah diremajakan, tetapi tidak sampai menimbulkan kerugian secara
ekonomi.
Pembudidayaan kelapa sawit secara besar-besaran pada akhir tahun
1960 menyebabkan perkembangan BPB meningkat dan mampu menyerang tanaman kelapa
sawit yang lebih muda berumur 10 hingga 15 tahun. Patogen penyebab penyakit BPB
dapat menginfeksi tanaman kelapa sawit lebih cepat 12 hingga 24 bulan setelah
tanam dengan tingkat serangan yang lebih berat pada tanaman berumur 4 hingga 5
tahun terutama pada lahan generasi kedua dan ketiga (Ariffin et al. 2000).
Di Indonesia serangan BPB awalnya rendah pada tanaman kelapa
sawit berumur 7 tahun, selanjutnya serangan meningkat sebesar 40% ketika
tanaman kelapa sawit mencapai usia 12 tahun (Ariffin et al. 2000). Pada lahan
generasi keempat serangan BPB terjadi lebih awal dan menyerang tanaman berumur
1 hingga 2 tahun (Sinaga et al. 2003). Susanto (2002) menyatakan bahwa penyakit
BPB dapat menyerang bibit-bibit kelapa sawit sejak di persemaian. Hal ini
diduga karena patogen penyebab BPB semakin menyebar pada lahan yang sering
diremajakan. Pernyataan ini diperkuat oleh Subronto et al. (2003) bahwa pada lahan
generasi pertama serangan penyakit ini sangat rendah, dengan bertambahnya
generasi tanam berikutnya maka persentase serangan akan semakin tinggi, dan
gejala penyakit sudah dapat terlihat pada awal pertumbuhan tanaman.
Sinaga et al. (2003) mengemukakan, bahwa penyakit BPB ini sudah merupakan ancaman bagi berbagai perkebunan kelapa sawit di Indonesia, terutama pada kebun yang telah mengalami peremajaan berulang, bahkan pada kebun yang telah mengalami peremajaan tiga kali dengan tanaman belum menghasilkan (TBM), kejadian penyakit sudah terjadi hingga 11%. Hasil penelitiannya menunjukkan, semakin sering kebun sawit mengalami peremajaan atau pada areal pertanaman kelapa sawit sebelumnya ditanami dengan kopi, karet atau tanaman lain, maka semakin rendah keragaman, kelimpahan, dan pemerataan agens biokontrol yang ditemukan. Berkurangnya keberadaan, keragaman, dan kelimpahan agens antagonis (kurang dari 105 cfu/g tanah) akan menyebabkan tingginya kejadian penyakit BPB. Penyakit BPB dapat menyebabkan kehilangan hasil secara langsung erhadap minyak sawit dan penurunan bobot tandan buah segar (fresh bunch fruit) Susanto et al. 2005). Kerusakan yang ditimbulkan dapat mencapai 80% (Yulianti 001) hingga 100%, bahkan dapat menyebabkan kematian pada tanaman yang terserang (Abadi 1987).
Sinaga et al. (2003) mengemukakan, bahwa penyakit BPB ini sudah merupakan ancaman bagi berbagai perkebunan kelapa sawit di Indonesia, terutama pada kebun yang telah mengalami peremajaan berulang, bahkan pada kebun yang telah mengalami peremajaan tiga kali dengan tanaman belum menghasilkan (TBM), kejadian penyakit sudah terjadi hingga 11%. Hasil penelitiannya menunjukkan, semakin sering kebun sawit mengalami peremajaan atau pada areal pertanaman kelapa sawit sebelumnya ditanami dengan kopi, karet atau tanaman lain, maka semakin rendah keragaman, kelimpahan, dan pemerataan agens biokontrol yang ditemukan. Berkurangnya keberadaan, keragaman, dan kelimpahan agens antagonis (kurang dari 105 cfu/g tanah) akan menyebabkan tingginya kejadian penyakit BPB. Penyakit BPB dapat menyebabkan kehilangan hasil secara langsung erhadap minyak sawit dan penurunan bobot tandan buah segar (fresh bunch fruit) Susanto et al. 2005). Kerusakan yang ditimbulkan dapat mencapai 80% (Yulianti 001) hingga 100%, bahkan dapat menyebabkan kematian pada tanaman yang terserang (Abadi 1987).
Gejala
Pada tanaman yang terserang, belum tentu ditemukan tubuh buah Ganoderma boninense pada bagian pangkal batang, namun kita dapat pengidentifikasi serangan lewat daun tombak yang tidak terbuka sebanyak ± 3 daun. Basidiokarp yang dibentuk awalnya berukuran kecil, bulat, berwarna putih, dengan pertumbuhan yang cepat hingga membentuk basidiokarp dewasa yang memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang variatif. Umumnya basidiokarp berkembang sedikit di atas dan mengelilingi bagian pangkal batang yang sakit. Ukuran basidiokarp yang bertambah besar menunjukkan perkembangan penyakit semakin lanjut dan akhirnya menyebabkan kematian pada tanaman (Ariffin et al. 2000).
Pada tanaman yang terserang, belum tentu ditemukan tubuh buah Ganoderma boninense pada bagian pangkal batang, namun kita dapat pengidentifikasi serangan lewat daun tombak yang tidak terbuka sebanyak ± 3 daun. Basidiokarp yang dibentuk awalnya berukuran kecil, bulat, berwarna putih, dengan pertumbuhan yang cepat hingga membentuk basidiokarp dewasa yang memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang variatif. Umumnya basidiokarp berkembang sedikit di atas dan mengelilingi bagian pangkal batang yang sakit. Ukuran basidiokarp yang bertambah besar menunjukkan perkembangan penyakit semakin lanjut dan akhirnya menyebabkan kematian pada tanaman (Ariffin et al. 2000).
Pada tanaman muda gejala eksternal ditandai dengan menguningnya
sebagian besar daun atau pola belang di beberapa bagian daun yang diikuti
klorotik. Daun kuncup yang belum membuka ukurannya lebih kecil daripada daun
normal dan mengalami nekrotik pada bagian ujungnya. Selain itu tanaman yang
terserang juga kelihatan lebih pucat dari tanaman lain yang ada disekitarnya
(Ariffin et al. 2000; Sinaga et al. 2003; Yanti & Susanto 2004),
pertumbuhannya terhambat dan memiliki daun pedang (spear leaves) yang tidak
membuka. Gejala pada tingkat serangan lanjut adalah selain adanya daun tombak yang
tidak terbuka yaitu adanya nekrosis pada daun tua dimulai dari bagian bawah.
Daun-daun tua yang mengalami nekrosis selanjutnya patah dan tetap menggantung
pada pohon.
Pada akhirnya tanaman akan mati dan tumbang. Gejala yang tampak
pada daun menandakan bahwa penampang pangkal batang telah mengalami pembusukan
sebesar 50% atau lebih. Gejala yang khas sebelum tubuh buah terbentuk adalah
terjadi pembusukan pada pangkal batang. Pada jaringan batang
yang busuk, lesio tampak sebagai daerah berwarna coklat muda disertai adanya
daerah berwarna gelap berbentuk pita tidak beraturan (Ariffin et al.
2000; Susanto 2002). Serangan lebih lanjut dapat mengakibatkan tanaman kelapa
sawit tumbang, karena jaringan kayu pada bagian pangkal batang
mengalami pelapukan (Yanti & Susanto 2004).
Secara mikroskopis gejala internal akar sakit mirip seperti
batang yang terinfeksi. Jaringan korteks akar yang sakit berubah warna dari
putih menjadi coklat (Susanto 2002). Jaringan kortikel berwarna coklat dan
mudah untuk didisintegrasikan, selain itu stele menjadi kehitaman. Pada akar
tanaman tua bagian permukaan sebelah dalam eksodermis ditemukan tanda penyakit
berupa hifa berwarna keputihan (Ariffin et al. 2000). Pada serangan yang sudah
lanjut, jaringan korteks rapuh dan mudah hancur. Hifa biasanya terdapat
di jaringan korteks, endodermis, xylem, dan floem (Ariffin et al. 2000; Susanto
2002).
Patogenesitas
Ganoderma
Ganoderma
boninense adalah kelompok cendawan busuk putih (white rot fungi),
cendawan ini bersifat lignolitik (Susanto 2002; Paterson 2007). Oleh sebab itu,
cendawan ini mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dalam mendegradasi
lignin dibandingkan kelompok lain.
Komponen penyusun dinding sel tanaman adalah lignin, selulosa,
dan hemiselulosa. Cendawan G. boninense
memperoleh energi utama dari selulosa, setelah lignin berhasil didegradasi,
selain itu karbohidrat seperti zat pati dan pektin, diperoleh meskipun dalam
jumlah kecil (Paterson 2007). Selulosa merupakan bagian terbesar yang terdapat
dalam dinding sel tanaman, yaitu berkisar antara 39-55 persen, kemudian lignin
18-33 persen, dan hemiselulosa 21-24 persen (Martawijaya et al. 2005). Dengan
demikian, untuk dapat menyerang tanaman, cendawan tersebut harus mampu
mendegradasi ketiga komponen tersebut (bahan-bahan berligno-selulosa).
Lignin merupakan polimer senyawa aromatik yang membungkus
komponen polisakarida (selulosa dan hemiselulosa) dinding kayu baik secara
fisik maupun secara kimiawi, sehingga akan meningkatkan ketahanan kayu sebagai
material komposit yang resisten terhadap serangan mikroorganisme. Lignin
tersusun melalui stuktur kompleks polimer yang menghubungkan tiga unit
monomerik dengan ikatan karbonkarbon dan aril eter. Unit monomerik lignin
terdiri dari koniferil, sinapil, dan ρ-kumaril alkohol. Lignoselulosa pada kelapa
sawit sama halnya seperti selulosa dan hemiselulosa yang berasosiasi dengan
lignin, memiliki kemampuan untuk melindungi tanaman dari serangan
mikroorganisme, meningkatkan ketahanan tanaman, dan memberikan perlindungan
terhadap dinding sel dan jaringan xylem tanaman.
Cendawan Ganoderma
memiliki kemampuan untuk mengurai lignin menjadi karbon dioksida dan air dengan
cara memutus struktur cincin monomer dari lignin, sehingga memudahkan untuk
akses energi melalui selulosa. Enzim yang digunakan untuk memutus struktur
monomer lignin adalah lignolitik. Enzim ini diklasifikasikan menjadi dua
bagian, ligninolitik yang dapat mendegradasi dengan cepat termasuk manganase
peroksidase (MnP), lakase, dan lignin peroksidase (LIP).
Cendawan busuk putih juga menghasilkan ligninolitik yang tidak
diklasifikasikan bergantung dari peroksidase dan lakase (fenol oksidase, LAC)
yang mengalami proses oksidase. Enzim peroksidase yang terkandung dalam
ligninolitik memerlukan peroksida untuk dapat bekerja dengan baik. Lakase
mengoksidasi fenol dalam lignin menjadi radikal fenoksi yang dapat didegradasi
lebih lanjut menjadi struktur lain. Lakase berperan dalam degradasi lignin
melalui oksidasi gugus fenol menjadi quinon, pengoksidasinya melalui proses
dimetilasi yang akan mengubah metoksi menjadi metanol (Susanto 2002; Paterson
2007).
Delignifikasi dapat berupa proses perombakan lignin atau
pelepasan lignin dari ikatannya dengan selulosa. LIP dapat menyerang tanaman
dengan cara mendegradasi lignin terkadang juga selulosa (Seo & Kirk 2000).
Selulosa merupakan polimer dari 800−12.000 unit glukosa yang dihubungkan oleh
ikatan β-1,4 glikosidik. Rantai komponen glukosa cukup panjang sehingga harus
dipecah satu persatu. Komponen ini terdiri dari kristal selulosa, selulosa
amorfik, selulosa rantai pendek, selobiose, dan glukosa (Paterson 2007).
Di alam molekul glukosa tersusun dalam bentuk fibril yang
dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Fibril tersebut sebagian bersifat kristalin
dan pada kayu dibungkus oleh lignin yang berperan sebagai pelindung selulosa
terhadap enzim pemecah selulosa.
Selulosa dapat dihidrolisis oleh enzim kelompok endo
β-glukanase, ekso β-glukanase, dan β-glukosidase (Susanto 2002; Paterson 2007).
Hemiselulosa pada kayu tersusun dari galaktomanan, glukomanan, arabinogalaktan,
dan xilan. Galaktomanan, manan, dan fragmen oligosakarida rentan terhadap enzim
α-D-galaktosidase, endo β-D-manase, ekso β-D-manase dan ekso β-D-manan
manobiohidrolase (Susanto 2002; Paterson 2007).
Patogenisitas Ganoderma
tidak hanya terjadi pada tanaman tua, tetapi dapat terjadi pada planlet dan
bibit kelapa sawit (Susanto 2002; Franqueville 2004), tetapi untuk dapat
menimbulkan penyakit, cendawan ini membutuhkan inokulum yang cukup besar.
Keistimewaan Ganoderma adalah mampu
bertahan pada jaringan kayu tua atau sisa-sisa tanaman di dalam tanah, sehingga
menyebabkan sumber penyakit bersifat persisten di lapang.
Pada tanaman tahunan infeksi Ganoderma
pada jaringan kayu akan berkembang perlahan dan meluas pada kondisi yang
mendukung perkembangannya. Material tanaman yang sudah tertulari Ganoderma dapat menjadi sumber inokulum
potensial, dan dapat menulari tanah selama beberapa bulan, sehingga patogen
dapat melakukan invasi ke bagian tanaman lain pada saat mulai menanam (Flood et
al. 2000).
Epidemi Penyakit Busuk Pangkal Batang
Spesies Ganoderma yang
patogenik pada kelapa sawit mempunyai kisaran inang
yang luas. Pada habitat alami di hutan, cendawan ini dapat menyerang tanaman
berkayu. Selain menyerang kelapa sawit, spesies Ganoderma dapat menyerang tanaman perkebunan lain seperti kelapa,
karet, teh, kakao, serta berbagai macam jenis pohon
tanaman hutan seperti Acacia, Populus, dan Macadamia (Ariffin
et al. 2000).
Penularan penyakit BPB terutama terjadi melalui kontak akar
tanaman sehat dengan sumber inokulum yang dapat berupa akar dan batang sakit.
Akar-akar anaman kelapa sawit muda, tertarik
kepada tunggul yang membusuk yang mengandung banyak hara dan kelembaban tinggi.
Agar dapat menginfeksi akar tanaman sehat, cendawan harus mempunyai bekal
makanan (food base) yang cukup (Semangun 2000).
Kejadian penyakit BPB pada kelapa sawit meningkat pada kebun
yang sebelumnya atau ditanam bersamaan dengan kelapa, terutama pada kebun yang
terdapat sisa-sisa tunggul kelapa yang terbenam di dalam tanah. Ganoderma menginfeksi tanaman lebih awal
12 hingga 24 bulan pada tanaman kelapa sawit berumur 4 hingga 5 tahun yang
ditanam bersamaan dengan tanaman kelapa. Daur penyakit meningkat 40% hingga 50%
setelah tanaman berumur 15 tahun. Situasi seperti inipun terjadi pada kebun
kelapa sawit yang telah diremajakan (Ariffin et l. 2000). Menurut
pengamatan Susanto (2002); Sinaga et al. (2003)
Ganoderma dapat hidup pada
tunggul kayu karet dan kakao. Kebun yang banyak mempunyai tunggul karet, kelapa
sawit, kelapa atau tanaman hutan lain akan cenderung mempunyai penyakit yang
tinggi. Tunggul-tunggul itu berfungsi sebagai sumber inokulum potensial
Ganodema. Oleh karena itu disarankan pada waktu tanam ulang, sisa-sisa tanaman
itu dimusnahkan.
Infeksi oleh Ganoderma
dimulai ketika Ganoderma melakukan
kontak dengan akar tanaman. Sumber-sumber inokulum seperti akar dan batang
sakit berpotensi untuk menularkan penyakit BPB. Sisa-sisa tanaman sakit yang
kontak dengan akar tanaman sehat dapat meningkatkan penyebaran penyakit
meskipun tidak melibatkan basidiospora. Di lain pihak ada yang menyatakan bahwa
penyebaran penyakit selain melalui kontak akar sakit dengan akar sehat, basidiospora
yang disebarkan oleh angin berpotensi menularkan penyakit.
Peranan basidiospora dalam distribusi penyakit BPB hingga saat
ini masih menjadi kontra, karena untuk dapat menimbulkan penyakit BPB,
basidiospora membutuhkan miselium yang memiliki tipe mating sama, sehingga
dapat membentuk miselium sekunder dan tubuh buah. Susanto (2002) memperkuat
pernyataan tersebut bahwa penyakit yang disebabkan oleh kontak akar harus
berasal dari spesies Ganoderma yang
sama.
Studi yang dilakukan di Malaysia menunjukkan bahwa Ganoderma yang ada di areal kebun, tidak
berasal dari penyebaran basidiospora dari satu kebun ke kebun yang lain.
Basidiospora yang dihasilkan tubuh buah tidak dapat menyebabkan terjadinya
infeksi langsung pada tanaman kelapa sawit sehat, tetapi mempunyai kemampuan
saprofitik untuk mengkoloni substrat dan membangun inokulum yang berpotensi
untuk menginfeksi tanaman sehat (Paterson 2007).
Basidiospora berpengaruh secara nyata terhadap epidemiologi
penyakit, tetapi tidak meningkatkan kejadian penyakit. Basidiospora dibebaskan
dan disebarkan oleh bantuan angin. Penyebaran spora juga dibantu oleh kumbang Oryctes rhinoceros yang larvanya banyak
ditemukan pada batang kelapa sawit yang membusuk. Terdapat beberapa faktor
krusial yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit BPB antara lain umur
tanaman, jenis tanah, status hara, teknik penanaman, dan tanaman yang ditanam
sebelum pembukaan lahan baru.
Penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit awalnya menyerang
tanaman tua berumur lebih dari 25 tahun, tetapi sekarang ini dapat menyerang
tanaman yang berumur 5-15 tahun (Ariffin et l. 2000). Serangan Ganoderma pada kelapa sawit meningkat
sejalan dengan semakin tuanya umur tanaman.
Hal ini menunjukkan kecenderungan bahwa umur tanaman
mempengaruhi tingkat perkembangan penyakit. Umur tanaman yang semakin dewasa,
akan membuat sistem perakarannya semakin panjang sehingga tingkat probabilitas
terjadinya inokulasi dengan inokulum semakin tinggi (Susanto 2002).
Selain itu kerusakan tanaman akibat serangan patogen akan terus
meningkat sejalan dengan bertambahnya daur pertanaman dalam suatu kebun. Hal
ini terjadi karena substrat bagi Ganoderma
akan semakin tersedia atau inokulum semakin tinggi populasinya. Letak kebun
tidak terlalu berpengaruh sebab penyakit ini banyak ditemui di daerah pantai
maupun daerah pedalaman.
Laporan awal menyebutkan bahwa penyakit BPB banyak terjadi pada
daerah pantai, tetapi laporan terakhir menyebutkan bahwa BPB banyak terjadi di
daerah pantai maupun daerah pedalaman. Demikian juga untuk jenis tanah, laporan
awal menyatakan bahwa penyakit BPB jarang ditemukan di tanah gambut dan
serangan berat banyak terjadi pada tanah laterit. Namun sekarang, serangan Ganoderma dapat terjadi pada semua jenis
tanah antara lain: podsolik, hidromorfik, alluvial, dan tanah gambut.
Luka pada tanaman berperan sebagai titik mula atau membantu
tempat masuknya Ganoderma ke tanaman.
Luka pada tanaman ini dapat disebabkan oleh faktor biologis misalnya gigitan
tikus, tupai, babi hutan, dan serangga. Faktor yang kedua adalah luka mekanis,
misalnya akibat parang, cangkul ataupun alat berat. Tanaman yang lemah akan
mudah terserang patogen. Lemahnya tanaman ini dapat disebabkan karena kurangnya
hara bagi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebun yang dipupuk dengan
unsur hara makro seperti nitrogen (N), potassium (P), dan kalium (K) dapat
meningkatkan kesehatan tanaman. Akan tetapi kekurangan akan unsur hara mikro
seperti boron (B) dan tembaga (Cu) serta magnesium (Mg) dapat meningkatkan
kejadian penyakit (Ariffin et al. 2000).
Pengendalian
Perkebunan
terkena Ganoderma sp atau virus busuk pangkal
batang maka jangan tanya langkah penyembuhannya. Paling banter, pekebun hanya
dapat mengendalikan tingkat kerusakan. Berbagai macam metode pengontrolan Ganoderma
sp telah banyak dihasilkan, tetapi hasilnya belum terlalu menggembirakan
Ibarat kanker, pokok (pohon)
terkena Ganoderma sp tinggal menunggu kematiannya saja karena akan tergerogoti
pangkal batangnya perlahan-lahan. Memang bukan hal mudah bagi pekebun untuk
mengontrol bahkan mencegah Ganoderma sp masuk ke arealnya, karena Ganoderma sudah menjadi bagian dari
lingkungan hayati. Sejauh ini baru Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) yang
seringkali melakukan ujicoba untuk mengontrol serangan Ganoderma sp. Itupun
terbatas kepada pohon kelapa sawit yang telah terkena agar daya rusaknya kecil,
belum sampai pada tahap penyembuhan.
Menurut Peneliti PPKS spesialis Ganoderma, Agus Susanto, ada berbagai
macam teknik sebagai upaya pencegahan dan penanganan Ganoderma. Awalnya dikenal teknik kultur teknis pada tahun 1970-an
dengan memanfaatkan parit isolasi. Tujuannya mengurangi kontak akar tanaman
sekaligus dapat memperpanjang umur produksi selama 2 tahun.
Trichoderma sp. sendiri merupakan jamur yang dapat melawan
dan bersifat antagonis terhadap jamur bersifat patogen seperti Ganoderma. Cendawan inipun mampu
membuat dan memperkuat sistem pertahanan tanaman untuk melawan serangan Ganoderma, bisa dikatakan
sebagai agen hayati mengendalikan penyakit pangkal busuk. Selain di kelapa
sawit, trichoderma juga dipergunakan kacang buncis dan kol untuk menangani
penyakit layu.
Sementara
bagi tanaman menghasilkan, pekebun harus membumbun pangkal batang. Melalui,
proses sanitasi batang atau akar untuk mencegah penularan kepada pohon lain.
Caranya batang dipotong-potong selanjutnya dibakar dan membongkar tunggul
kemudian dibuat lubang 2x2x0,8m.
Agus
Susanto mengatakan bahwa teknik telah diujicobakan di perkebunan PTPN VII
dengan hasil lebih baik dibandingkan teknik lain.
Agus
menambahkan bahwa teknik diadopsi dari Malaysia dan tak sengaja ditemukan.
Awalnya teknik ini bertujuan mengembalikan kesuburan tanah akibat eksploitasi
tanah di perkebunan yang telah mengalami replanting berkali-kali. Untuk mengembalikan unsur hara
tanah, dibuatlah lubang besar dengan tandan buah kosong didalamnya.
Harus diakui Ganoderma menjadi masalah besar
bagi perkebunan kelapa sawit di Indonesia karena menimbulkan kerugian ekonomis yang cukup besar. Sebaiknya diperlukan
komitmen bersamadiantara pelaku sawit nasional untuk menuntaskan pekerjaan
rumah ini. Caranya melalui aktivitas penelitian guna menemukan obat mujarab
penyembuh Ganoderma.
0 Response to "Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) Kelapa Sawit"
Posting Komentar